Kamis, 18 Februari 2010

Antara Teman, Kawan, dan Sahabat

Manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tak dapat berdiri sendiri yang dalam padanannya bermakna manusia membutuhkan manusia lain untuk dapat menjalankan kehidupannya. Layaknya kita berteman, kita punya kawan, dan sahabat kita. Bagi saya ketiga kosakata tadi memiliki perbedaan dalam hal derajat interaksi sosial saya.

Mungkin sebagian orang ada yang tak sependapat dengan statement saya ini. Tapi hanya untuk sekedar reminder saja saya menulis artikel ini. Lagi-lagi pengalaman hidup dijadikan materi dalam sebuah tulisan.
Kita berteman, interaksi sosial antara manusia yang tak terlalu sering dijalani. Maksudnya bukan dalam artian teman yang baru kenal. Seperti teman satu kampus atau satu tampat kerja. Dan maksudnya bukan teman satu kelas atau teman satu kantor. Seorang teman bisa melayani percakapan dengan antusiasme yang normal. Contohnya jika kita bercerita akan sesuatu hal dan dia bisa berkomentar "Oooo..." atau "Oooo gitu ya...?"

Agak susah mencurahkan isi hati kita kepada teman, maklum saja derajat kedekatan kita dan teman tak terlalu tinggi. Dia peduli apa? Toh kita hanya sekedar temannya tak lebih dan tak kurang.Tak jarang kita bertengkar hanya gara-gara kita menceritakan teman lain kepada teman kita. Tak bisa dipercaya itulah penyebabnya kadang-kadang.

Saat di jalan bertemu hanya menaikkan alis mata atau menyebut nama untuk menyapa teman. Tak lebih dan tak kurang. Saat kita membeli nasi goreng bertemu seorang teman kadang-kadang kita pura-pura tak melihatnya.Jika sepasang mata saling bertemu, kita hanya mengumbar senyum dan berbasa basi menanyainya "mau beli apa?" Saat membutuhkan pertolongan kita tak terlalu memprioritaskan teman sebagai objek.

Kita punya kawan, interaksi ini lumayan sering dijalani pada waktu tertentu. Kawan-kawan kelas, kawan dekat rumah, kawan bermain, dan kawan-kawan lainnya. Kebanyakan kawan membutuhkan atau mendatangi kita disaat dia merasa perlu atau sekedar minta tolong saja. Dalam sebuah perkumpulan antar kawan-kawan, saat kita sering meninggalkan meraka dan pergi menemui sang pacar, kawan tentunya berkomentar mengapa kita lebih mementingkan pacar daripada kawan. Seorang kawan boleh saja berkata demikian karena kawan membutuhkan kita seperti kita membutuhkan

Kawan bisa dengan sesukanya menolak permintaan tolong kita tanpa berpikir efeknya kepada perasaan kita. Kadang-kadang kita dibuat jengke. Tapi mau gimana lagi, itu terserah dia mau bantu atau enggak dan kita tidak bisa memaksanya. Kecuali kita memelas atau bermohon kepadanya, mungkin dia bisa bantu asalkan tidak terlalu merepotkannya. Mungkin saja, namanya juga kawan, tak terlalu available.

Perlu warning kepada kawan akan hal-hal penting. Terkadang kawan perlu disadarkan akan hal yang dilakukannya terhadap kita. Hati-hati dengan istilah kawan makan kawan.

Sahabat kita, interaksi up to date, feeling together, believe in whatever, and share each other. Sahabat memiliki derajat tertinggi dalam hal interaksi out of family. Sahabat tak mau terlalu menyusahkan kita, dia tahu diri dan cenderung setia, apalagi dalam hal menunggu. Dia sangat mengerti tentang sahabatnya, mengerti perasaan sahabatnya, tau menenangkan sahabatnya,dan tau apa yang diinginkan sahabatnya.

Kebanyakan kita memiliki sahabat yang sedikit, tak banyak orang ingin menjadi sahabat bagi orang terdekatnya, mereka takutnya kurangnya impas terhadap yang mereka lakukan, pendek kata bertepuk sebelah tangan. Seorang sahabat rajin memberi nasehat, masukkan, dan jalan keluar.

Ketika kita sakit, dia hanya sedikit bertanya dan kemudian dengan pengertiannya pergi membelikan obat atau makanan tanpa kita minta. Sahabat rela dipukul preman daripada kita dipalak. Sahabat adalah tempat kita tertawa dan menangis, selalu available. Jika orang lain ingin mencari kita, sahabatlah yang menunjukkan dimana tempat kita biasa menyendiri. Dialah yang mampu mengusap air mata kita dan membersihkanya dengan senyum hangat sambil menggandeng bahu kita.

So, make your choice...
don't 4 get 2 leave a foot print...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar